Ohayou Gozaimasu Konnichiwa Konbanwa Minna-san :)
J-pop atau J-Pop (singkatan dari Japanese pop; bahasa Indonesia: musik pop
Jepang) adalah istilah yang digunakan untuk musik populer Jepang yang memasuki
arus utama musik Jepang pada tahun 1990-an. Istilah J-pop (pertama kali dip
akai oleh J-Wave, sebuah radio FM di Tokyo.
J-pop berakar dari musik tahun 1960-an seperti yang dimainkan The Beatles,[1] dan menggantikan kayōkyoku (musik pop Jepang hingga 1980-an) dalam dunia musik Jepang.[2] Istilah J-pop diciptakan media massa Jepang untuk membedakannya dari musik asing, dan sekarang merujuk kepada hampir semua musik populer di Jepang. Menurut data tahun 2006 dari International Federation of the Phonographic Industry, industri musik Jepang memiliki industri musik terbesar nomor dua di dunia, dan hanya berada di bawah Amerika Serikat.[3] Selain J-pop, masih adalah istilah lainnya seperti "J-Rap", "J-Rock", yang merujuk kepada sejenis aliran musik Jepang secara spesifik. Meskipun begitu, aliran-aliran tersebut juga dianggap sebagai bagian dari J-pop.
Sejarah
1988
Istilah J-pop diciptakan oleh Direktur J-Wave Hideo Saito (sekarang CEO) ketika sedang rapat dengan para penanggung jawab musik pop dari perusahaan rekaman.[4] Istilah J-pop lalu diangkat oleh media massa sebagai salah satu genre yang memiliki ciri khas tersendiri, berbeda dari glam rock, punk rock, grunge, alternative rock, atau hip-hop.
Di kalangan masyarakat luas di Jepang, istilah J-pop baru populer sekitar tahun 1993 hingga 1996. Tahun 1993 merupakan tahun dibentuknya liga sepak bola profesional Jepang, J. League. Pada tahun itu pula J. League memenangi penghargaan sebagai "kata terpopuler tahun 1988".
Tahun 1990-an
Diperkenalkannya CD sebagai media rekam digital pada tahun 1982 yang diikuti dengan larisnya penjualan alat pemutarnya menyebabkan industri musik Jepang tumbuh dengan pesat. Pada tahun 1991, total penjualan rekaman di Jepang mencapai rekor tertinggi sebesar ¥400 miliar. Rekor tersebut diperbarui menjadi ¥6,074 triliun pada tahun 1998.[5] Total produksi terus meningkat, dari lebih dari 300 juta keping pada tahun 1991 menjadi lebih dari 400 juta keping pada tahun 1993.[6] Rekor penjualan sebesar 11.729.000 keping yang dipegang selama 16 tahun oleh penulis lirik Yū Aku pada tahun 1977 dipecahkan oleh Tetsurō Oda pada tahun 1993. Tetsuro Oda antara lain dikenal sebagai pencipta lagu "Makenaide" dari ZARD. Istilah J-pop umum dijumpai di majalah-majalah pada tahun 1990-an, bersamaan dengan makin dikenalnya istilah ini di kalangan masyarakat luas di Jepang.[7][8]
Teknik rekaman digital menyebabkan revolusi dalam industri rekaman. Dengan teknik digital, biaya, waktu, dan tenaga kerja dapat dikurangi secara drastis, dan rekaman dapat diproduksi secara massal. Recording Industry Association of Japan mencatat sejumlah 510 grup musik/artis memulai debutnya pada tahun 1991.[9]
Dengan bantuan sekuenser, sampling synthesizer, dan MIDI, pencipta lagu dapat mencipta lagu tanpa harus memainkan alat musik sebenarnya. Pencipta lagu yang mencipta dengan mengandalkan teknik digital, di antaranya Tetsuya Komuro. Di lain pihak, kemajuan teknik rekaman digital menyebabkan musisi studio makin banyak kehilangan pekerjaan. Teknik digital juga mengakibatkan peningkatan jumlah lagu yang diciptakan, sehingga kemungkinan lahirnya lagu laris berpredikat million seller makin besar. Namun peningkatan jumlah lagu yang dicipta mengakibatkan makin berkurangnya kualitas dan individualitas dalam bermusik. Kedudukan musik turun menjadi tidak lebih dari sekadar barang konsumsi.[10] Michio Sakamoto dari Sony Music Entertainment mengutarakan pendapatnya tentang tahun 1991 sebagai titik balik industri musik, "Musik berubah dari karya cipta menjadi barang konsumsi."
Sejak sekitar tahun 1992, industri rekaman Jepang mengalami fenomena million seller (terjual lebih dari 1 juta kopi). Artis rekaman secara berturut-turut mampu mencetak lagu hit berpredikat million. Penghargaan tertinggi untuk sertifikasi penjualan rekaman musik di Jepang bukanlah piringan platina, melainkan million. Pada tahun 1991 tercatat 9 judul rekaman (album/singel) mencapai status million seller. Pada tahun 1992, 22 judul rekaman berhasil menjadi million seller, dan meningkat menjadi 32 judul rekaman menjadi million seller pada tahun 1994.[11]
B'z dari Being, Inc.
Pada tahun 1990-an, tiga unsur penting untuk mencetak lagu hit di Jepang adalah KDD (Karaoke, Drama, Daikō system)[12][13] atau kerja sama langsung antara biro iklan, produsen, dan pencipta lagu. Daikō adalah nama produser dari Being, Daikō Nagato yang sukses menaklukkan pasar dengan sistem yang diciptakannya. Di Jepang pada tahun 1993 terjadi "Being Boom". Artis-artis dari Being berturut-turut menciptakan singel nomor satu, sekaligus mendominasi peringkat 1, 2, 4, dan 5 Oricon, masing-masing dari ZARD, Wands, B'z, dan T-Bolan.
Tahun 2000-an
Memasuki tahun 2000-an, penjualan singel mulai mengalami penurunan. Meskipun demikian, "Sekai ni Hitotsu Dake no Hana" (2003) dari SMAP berhasil terjual lebih dari dua juta kopi. Paruh kedua tahun 2000-an, singel yang mencapai status million seller makin berkurang. Menurut perhitungan RIAJ, selama dua tahun berturut-turut (2008 dan 2009) tidak ada singel million seller. Menurut Oricon, tiga tahun berturut-turut sejak 2008 tidak ada singel yang terjual hingga meraih status million seller.[14][15]
Di lain pihak, penjualan unduhan musik dari toko musik digital terus meningkat. Menurut RIAJ, sejak mereka mengumpulkan data penjualan unduhan musik, angka penjualan unduhan musik terus meningkat dari tahun 2005 hinga 2008.[16] Pada tahun 2006, total kopi unduhan musik yang terjual sudah melebihi total produksi rekaman fisik (CD).[17]Walaupun total penjualan unduhan musik pada tahun 2009 masih lebih besar dari tahun sebelumnya,[18] penurunan penjualan mulai terjadi pada tahun 2010.[19]
Perubahan tren konsumen dari membeli rekaman fisik menjadi membeli unduhan musik menyebabkan berkurangnya penjualan rekaman fisik pada tahun 2000-an. Meskipun demikian, menurut pengumuman RIAJ, total penjualan rekaman fisik dan unduhan musik tidaklah berkurang, melainkan terus meningkat selama tiga tahun berturut-turut, mulai tahun 2005 sampai tahun 2007.[20] Total penjualan rekaman fisik dan unduhan musik baru mengalami penurunan pada tahun 2008.[16] Penjualan unduhan musik diperkirakan dapat lebih besar bila tidak dikurangi adanya pengunggahan ilegal dan perangkat lunak berbagi berkas.[21]
Tahun 2010-an
Pada tahun 2010, rekaman fisik dalam bentuk singel dan album makin jarang yang mencapai million seller. Pada tahun 2010, hanya ada satu singel ("Beginner" dari AKB48) dan dua album CD yang mendapat sertifikasi million (AKB48 dan Ikimono-gakari).[22] Pada tahun 2010, tangga singel Oricon hanya didominasi oleh AKB48 dan Arashi. AKB48 dan Arashi jauh meninggalkan artis-artis lain dalam total penjualan. Namun di tangga tahunan nada dering Chaku Uta Full versi RIAJ tahun 2010, "Heavy Rotation" hanya menempati urutan ke-12. Arashi sama sekali tidak masuk ke dalam peringkat Chaku Uta Full. Lagu-lagu Kana Nishino mendominasi peringkat nada dering dengan "Aitakute Aitakute" di urutan pertama.[23]
akai oleh J-Wave, sebuah radio FM di Tokyo.
J-pop berakar dari musik tahun 1960-an seperti yang dimainkan The Beatles,[1] dan menggantikan kayōkyoku (musik pop Jepang hingga 1980-an) dalam dunia musik Jepang.[2] Istilah J-pop diciptakan media massa Jepang untuk membedakannya dari musik asing, dan sekarang merujuk kepada hampir semua musik populer di Jepang. Menurut data tahun 2006 dari International Federation of the Phonographic Industry, industri musik Jepang memiliki industri musik terbesar nomor dua di dunia, dan hanya berada di bawah Amerika Serikat.[3] Selain J-pop, masih adalah istilah lainnya seperti "J-Rap", "J-Rock", yang merujuk kepada sejenis aliran musik Jepang secara spesifik. Meskipun begitu, aliran-aliran tersebut juga dianggap sebagai bagian dari J-pop.
Sejarah
1988
Istilah J-pop diciptakan oleh Direktur J-Wave Hideo Saito (sekarang CEO) ketika sedang rapat dengan para penanggung jawab musik pop dari perusahaan rekaman.[4] Istilah J-pop lalu diangkat oleh media massa sebagai salah satu genre yang memiliki ciri khas tersendiri, berbeda dari glam rock, punk rock, grunge, alternative rock, atau hip-hop.
Di kalangan masyarakat luas di Jepang, istilah J-pop baru populer sekitar tahun 1993 hingga 1996. Tahun 1993 merupakan tahun dibentuknya liga sepak bola profesional Jepang, J. League. Pada tahun itu pula J. League memenangi penghargaan sebagai "kata terpopuler tahun 1988".
Tahun 1990-an
Diperkenalkannya CD sebagai media rekam digital pada tahun 1982 yang diikuti dengan larisnya penjualan alat pemutarnya menyebabkan industri musik Jepang tumbuh dengan pesat. Pada tahun 1991, total penjualan rekaman di Jepang mencapai rekor tertinggi sebesar ¥400 miliar. Rekor tersebut diperbarui menjadi ¥6,074 triliun pada tahun 1998.[5] Total produksi terus meningkat, dari lebih dari 300 juta keping pada tahun 1991 menjadi lebih dari 400 juta keping pada tahun 1993.[6] Rekor penjualan sebesar 11.729.000 keping yang dipegang selama 16 tahun oleh penulis lirik Yū Aku pada tahun 1977 dipecahkan oleh Tetsurō Oda pada tahun 1993. Tetsuro Oda antara lain dikenal sebagai pencipta lagu "Makenaide" dari ZARD. Istilah J-pop umum dijumpai di majalah-majalah pada tahun 1990-an, bersamaan dengan makin dikenalnya istilah ini di kalangan masyarakat luas di Jepang.[7][8]
Teknik rekaman digital menyebabkan revolusi dalam industri rekaman. Dengan teknik digital, biaya, waktu, dan tenaga kerja dapat dikurangi secara drastis, dan rekaman dapat diproduksi secara massal. Recording Industry Association of Japan mencatat sejumlah 510 grup musik/artis memulai debutnya pada tahun 1991.[9]
Dengan bantuan sekuenser, sampling synthesizer, dan MIDI, pencipta lagu dapat mencipta lagu tanpa harus memainkan alat musik sebenarnya. Pencipta lagu yang mencipta dengan mengandalkan teknik digital, di antaranya Tetsuya Komuro. Di lain pihak, kemajuan teknik rekaman digital menyebabkan musisi studio makin banyak kehilangan pekerjaan. Teknik digital juga mengakibatkan peningkatan jumlah lagu yang diciptakan, sehingga kemungkinan lahirnya lagu laris berpredikat million seller makin besar. Namun peningkatan jumlah lagu yang dicipta mengakibatkan makin berkurangnya kualitas dan individualitas dalam bermusik. Kedudukan musik turun menjadi tidak lebih dari sekadar barang konsumsi.[10] Michio Sakamoto dari Sony Music Entertainment mengutarakan pendapatnya tentang tahun 1991 sebagai titik balik industri musik, "Musik berubah dari karya cipta menjadi barang konsumsi."
Sejak sekitar tahun 1992, industri rekaman Jepang mengalami fenomena million seller (terjual lebih dari 1 juta kopi). Artis rekaman secara berturut-turut mampu mencetak lagu hit berpredikat million. Penghargaan tertinggi untuk sertifikasi penjualan rekaman musik di Jepang bukanlah piringan platina, melainkan million. Pada tahun 1991 tercatat 9 judul rekaman (album/singel) mencapai status million seller. Pada tahun 1992, 22 judul rekaman berhasil menjadi million seller, dan meningkat menjadi 32 judul rekaman menjadi million seller pada tahun 1994.[11]
B'z dari Being, Inc.
Pada tahun 1990-an, tiga unsur penting untuk mencetak lagu hit di Jepang adalah KDD (Karaoke, Drama, Daikō system)[12][13] atau kerja sama langsung antara biro iklan, produsen, dan pencipta lagu. Daikō adalah nama produser dari Being, Daikō Nagato yang sukses menaklukkan pasar dengan sistem yang diciptakannya. Di Jepang pada tahun 1993 terjadi "Being Boom". Artis-artis dari Being berturut-turut menciptakan singel nomor satu, sekaligus mendominasi peringkat 1, 2, 4, dan 5 Oricon, masing-masing dari ZARD, Wands, B'z, dan T-Bolan.
Tahun 2000-an
Memasuki tahun 2000-an, penjualan singel mulai mengalami penurunan. Meskipun demikian, "Sekai ni Hitotsu Dake no Hana" (2003) dari SMAP berhasil terjual lebih dari dua juta kopi. Paruh kedua tahun 2000-an, singel yang mencapai status million seller makin berkurang. Menurut perhitungan RIAJ, selama dua tahun berturut-turut (2008 dan 2009) tidak ada singel million seller. Menurut Oricon, tiga tahun berturut-turut sejak 2008 tidak ada singel yang terjual hingga meraih status million seller.[14][15]
Di lain pihak, penjualan unduhan musik dari toko musik digital terus meningkat. Menurut RIAJ, sejak mereka mengumpulkan data penjualan unduhan musik, angka penjualan unduhan musik terus meningkat dari tahun 2005 hinga 2008.[16] Pada tahun 2006, total kopi unduhan musik yang terjual sudah melebihi total produksi rekaman fisik (CD).[17]Walaupun total penjualan unduhan musik pada tahun 2009 masih lebih besar dari tahun sebelumnya,[18] penurunan penjualan mulai terjadi pada tahun 2010.[19]
Perubahan tren konsumen dari membeli rekaman fisik menjadi membeli unduhan musik menyebabkan berkurangnya penjualan rekaman fisik pada tahun 2000-an. Meskipun demikian, menurut pengumuman RIAJ, total penjualan rekaman fisik dan unduhan musik tidaklah berkurang, melainkan terus meningkat selama tiga tahun berturut-turut, mulai tahun 2005 sampai tahun 2007.[20] Total penjualan rekaman fisik dan unduhan musik baru mengalami penurunan pada tahun 2008.[16] Penjualan unduhan musik diperkirakan dapat lebih besar bila tidak dikurangi adanya pengunggahan ilegal dan perangkat lunak berbagi berkas.[21]
Tahun 2010-an
Pada tahun 2010, rekaman fisik dalam bentuk singel dan album makin jarang yang mencapai million seller. Pada tahun 2010, hanya ada satu singel ("Beginner" dari AKB48) dan dua album CD yang mendapat sertifikasi million (AKB48 dan Ikimono-gakari).[22] Pada tahun 2010, tangga singel Oricon hanya didominasi oleh AKB48 dan Arashi. AKB48 dan Arashi jauh meninggalkan artis-artis lain dalam total penjualan. Namun di tangga tahunan nada dering Chaku Uta Full versi RIAJ tahun 2010, "Heavy Rotation" hanya menempati urutan ke-12. Arashi sama sekali tidak masuk ke dalam peringkat Chaku Uta Full. Lagu-lagu Kana Nishino mendominasi peringkat nada dering dengan "Aitakute Aitakute" di urutan pertama.[23]
go go go J-POP heheh komen back y
BalasHapusgo :)
BalasHapus